Sidang PHP Pilkada Palembang, Hakim MK Ceramahi Pengacara Paslon Fitri - Nandri
Gumpalannews.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang (PHPU Walkot Palembang) dengan agenda mendengarkan keterangan Termohon, Pihak Terkait dan Bawaslu, Jumat (17/1/2025).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang (Termohon) yang diwakili oleh Ikhwan menegaskan bahwa dalil-dalil yang diajukan Pemohon terkait dugaan pelanggaran administratif berada di luar kewenangan MK dan bukan ranah Termohon. Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang Nomor Urut 3 Yudha Pratomo dan Baharudin merupakan Pemohon Nomor 110/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini.
Termohon menjelaskan dalil Pemohon terkait adanya dugaan pelanggaran administratif merupakan ranah lembaga lain seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Oleh karena itu, Termohon menegaskan bahwa tuduhan tersebut bukan merupakan alasan yang dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan hasil pemilihan.
"Terkait dalil Pemohon mengenai pemberhentian dan pengangkatan pejabat administrator di lingkungan Pemerintah Kota Palembang pada 17 Mei 2024, kita menyoroti bahwa dalam sidang pendahuluan pada 8 Januari 2025, Pemohon sendiri mengakui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dengan demikian, dalil tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut diskualifikasi pasangan calon,"ungkapnya.
Termohon juga menegaskan bahwa pada saat dugaan pelanggaran terjadi, belum ada pasangan calon yang ditetapkan. Berdasarkan Surat Keputusan KPU Kota Palembang Nomor 612 tertanggal 22 September 2024, penetapan pasangan calon baru dilakukan setelah dugaan pelanggaran berlangsung.
"Oleh karena itu, klaim Pemohon terkait dugaan pelanggaran sebelum penetapan pasangan calon tidak memiliki relevansi dalam sengketa hasil pemilihan,"katanya.
Terkait tuduhan mengenai penjadwalan kegiatan pengumpulan Ketua RT dan RW serta lurah oleh Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kota Palembang, Termohon menegaskan bahwa hal tersebut bukan merupakan bagian dari kewenangan Termohon sebagai penyelenggara pemilu.
Selain itu, mengenai mutasi tujuh camat pada Mei 2024, Termohon menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum penetapan pasangan calon.
“Pada saat itu, Penjabat (Pj) Wali Kota masih menjabat, dan bukti izin dari Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) belum dilampirkan oleh Pemohon. Jika memang ada izin, seharusnya disertakan sebagai bukti dalam persidangan,” jelas Ikhwan selaku kuasa hukum KPU.
Lebih lanjut, pihaknya juga menegaskan bahwa dalam tahapan penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, seluruh proses telah dilakukan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (Luber Jurdil). Pemilihan ini melibatkan 1.241.196 orang pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Dengan argumentasi tersebut, KPU meminta MK untuk menolak seluruh dalil Pemohon dan menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada Palembang telah berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,"terang Irwan selaku pihak kuasa hukum KPU Kota Palembang.
Pada sidang ini juga Hakim MK menyeramahi kuasa hukum Paslon Fitri Nandri. Sidang ini tergabung dalam panel III yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi oleh Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih, pada pelaksanaanya tampak Hakim MK mempertanyakan pernyataan kuasa hukum Paslon Fitri Nandri.
Hakim MK cukup aneh mendengarkan pernyataan kuasa hukum Paslon Fitri Nandri dalam Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban dari termohon. Pada sidang itu juga didengarkan tentang keterangan pihak terkait, keterangan dari Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
Hakim Arief Hidayat mempertanyakan keberadaan pihak terkait yang diwakili oleh kuasa hukum pasangan calon nomor urut satu, Fitri-Nandri. Hakim menyoroti posisi pihak terkait yang diwakili oleh kantor hukum Misnan Hartono.
Menurut Arif, pihak terkait biasanya adalah mereka yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan kemenangan, bukan sebaliknya yang justru untuk memperkuat yang kalah.
"Paslon 02 ini memperoleh suara terbanyak. Pemohon ini yang kalah, tapi kok ada pihak terkait lagi dari pasangan nomor urut satu. Ini pihak terkait apa ini?,"ujar Arief Hidayat bertanya kepada kuasa hukum pihak Fitri - Nandri.
Kuasa hukum Fitri-Nandri, Agung Al Tariq Bram Bhinatara, menjelaskan bahwa pihaknya menjadi pihak terkait untuk membuka fakta-fakta yang sebenarnya.
Hal tersebut justru mendapat kritik tajam dari Hakim Arief. "Wong kalah kok jadi pihak terkait itu gimana? Rasio atau logikanya tidak masuk akal. Kalau kalah, itu mau mempertahankan apa? Mempertahankan kekalahannya?,"tegas Hakim MK ini.
Editor: Redaksi