Putuskan Rantai Politik Uang, Pengamat: Bentuk Pemilih Rasional dan Pendekatan Kampanye Programatik

,
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rizkika Lhena Darwin, S.IP, MA. Foto: Untuk Gumpalannews.com

Gumpalannews.com I Banda Aceh - Money politic alias politik uang menjadi fenomena tak terelakkan dan telah mengakar kuat dalam etika budaya politik Indonesia, khususnya di Aceh. Lalu, bagaimana pandangan pengamat menanggapi hal tersebut?

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rizkika Lhena Darwin, S.IP, MA dalam tanggapannya, Sabtu, 25 November 2023 menyebutkan terdapat sejumlah persoalan yang melatarbelakangi terjadinya kondisi tersebut.

"Pertama, sikap politisi yang memperlihatkan pola pragmatis secara vulgar," ucap Kika.

Selanjutnya dari aspek kesejahteraan. Harusnya, kata Kika, politisi atau pejabat publik dapat mewujudkan kesejahteraan melalui kebijakan yang dihasilkan sehingga tidak muncul public distrust.

"Kemudian, munculnya budaya miskin di masyarakat, terutama daerah yang kerap mendapatkan bantuan (seperti daerah pasca konflik dan tsunami)," terang Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Ar-Raniry ini.

Untuk memutuskan mata rantai yang merusak tatanan demokrasi ini Kika menegaskan seluruh pihak yang terlibat dalam kancah politik harus memiliki kesadaran serta komitmen, dan harus dilakukan dua arah.

"Satu, membentuk pemilih rasional (pendidikan politik). Hal ini dapat dilakukan melalui kehadiran media yang mengulas track record politisi secara utuh, serta kelompok masyarakat sipil (CSO) harus kembali mengambil ruang di ranah publik untuk mendiskusikan isu politik sehat," jelas Kika.

"Kedua, politisi mulai melirik kampanye sebagai ajang yang menawarkan konsep dan program (programatik). Jadi, bukan sekedar populis, ketenaran, atau mengandalkan kepopuleran semata. Ini harus dilakukan untuk menciptakan, dan membangun kembali kepercayaan publik," tambah Kika sekaligus menutup keterangannya.