Gumpalannews.com, SIMEULUE - Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Simeulue, Asludin, menghadiri sekaligus membuka Diskusi Publik terkait wacana Daerah Pemilihan Khusus (DPRA) untuk Simeulue pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang diinisiasi oleh Yayasan Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Simeulue. Di Aula Setdakab setempat. Jum'at (13/01/2023).
Dalam diskusi publik kali ini, sejumlah nara sumber dihadirkan oleh Panitia. Diantaranya, Anggota KIP Simeulue, Nirwanuddin, Mantan Bupati Simeulue, Drs. Darmili, Anggota DPRK Simeulue, Ihya Ullumuddin, Ugek Farlian hingga Rita Diana. Sementara yang bertidak sebagai moderator mantan aktivis senior Simeulue, Herman Hidayat.
Selain itu panitia juga memberikan kesempatan kepada Ihya Ullumuddin sebagai Pemateri pertama. Dalam pemaparannya, pria yang akrab disapa Andung Ihya Ullumuddin (A.I.U) itu menjelaskan, terdapat 7 prinsip penyusunan Daerah Pemilihan (Dapil) berdasarkan pasal 185 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Untuk Penyusunan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota memperhatikan 7 prinsip diantaranya:
a. Keseteraan nilai suara;
b. Ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional;
c. Proporsionalitas;
d. Integritas wilayah;
e. Berada dalam cakupan wilayah yang sama;
f. Kohesivitas;
g. Kesinambungan
Prinsip Kesetaraan Nilai Suara
Prinsip kesetaraan nilai suara, Kata Ihya, dapat dimaknai untuk memperolah kursi di setiap daerah pemilihan memiliki harga kursi yang setara antara daerah pemilihan sesuai dengan prinsip one person, one vote, one value.
Menurut Ihya, sekalipun harga satu kursi atau jumlah perolehan suara minimal untuk mendapatkan satu kursi dalam satu daerah pemilihan akan sangat bergantung pada jumlah pemilih yang memberikan suaranya.
Namun, idealnya, harga satu kursi antara daerah pemilihan setara.
"Sebagai contoh jika dalam suatu daerah pemilihan untuk mendapatkan satu kursi adalah 10.000 suara maka di daerah pemilihan lain idealnya setara, kalaupun lebih mahal atau lebih murah dari 10.000 perbedaan atau selisihnya tidak terlalu signifikan," Terang A.I.U.
Prinsip Ketaatan Pada Sistem Pemilu Proposional
Bahwa prinsip ketaatan pada sistem pemilu proposional dapat dimaknai dalam membentuk atau mengalokasikan kursi di setiap daerah pemilihan haruslah memperhatikan kesetaraan atau keberimbangan antara jumlah kursi dengan jumlah penduduk, jika dalam suatu provinsi/kabupaten/kota memiliki jumlah penduduk 20.000 maka jumlah alokasi kursi yang diperoleh haruslah setara dengan jumlah penduduk tersebut.
Prinsip Proporsionalitas
Menurut A.I.U, prinsip proporsionalitas dapat dimaknai dalam membentuk daerah pemilihan harus memperhatikan keberimbangan jumlah kursi antar daerah pemilihan, meskipun keberimbangan jumlah alokasi kursi di setiap daerah pemilihan akan bergantung pada jumlah penduduk.
Namun sebisa mungkin jumlah alokasi kursi antar daerah pemilihan setara karena akan berpengaruh pada prinsip kesetaraan nilai suara atau harga satu kursi antar daerah pemilihan.
Sebagai ilustrasi jika daerah pemilihan A memperoleh alokasi kursi 7 (tujuh), maka daerah pemilihan B dan C haruslah mendekati atau tidak terlalu berlebih dari 7.
Prinsip Integritas Wilayah
Selanjutnya, prinsip integritas wilayah, kata A.I.U adalah keutuhan atau keterpaduan antara wilayah administrasi, geografis, sarana penghubung, hingga kemudahan akses transportasi ketika akan digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan.
Prinsip ini tidak memperkenankan antar suara wilayah administrasi yang tidak berbatasan langsung satu dengan lain digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan.
Bahwa prinsip berada dalam cakupan wilayah yang sama dapat dimaknai ketika antar wilayah administrasi digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan harus berada dalam satu cakupan wilayah yang sama, bukan berada pada wilayah yang berbeda atau tidak berbatasan satu dengan yang lainnya.
"Coba kita hitung, dari Pelabuhan kolok ( Pulau Simeulue) ke Aceh Jaya sekitar 16 Jam. Sementara dari Pelabuhan Kolok (Pulau Simeulue) ke Meulaboh (Aceh Barat) jarak tempuh mencapai 14 Jam. Jadi kalau kampanye atau temu ramah atau sosialisasi dengan konstituen, caleg lain sudah selesai melakukan pertemuan di Aceh Jaya atau Nagan Raya. Kita masih bertarung dengan cuaca dilautan," ujar A.I.U.
Prinsip Kohesivitas
Kemudian prinsip kohesivitas, menurutnya, ketika dalam membentuk daerah pemilihan dalam hal ini ketika menggabungkan antar wilayah administrasi menjadi suatu daerah pemilihan penting untuk memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok minoritas, jika suatu wilayah administrasi mayoritas penduduk dari kelompok sosial budaya atau adat tertentu.
Maka perlu dijadikan satu daerah pemilihan tersendiri atau digabungkan daerah wilayah administrasi lain yang memiliki karakter sosial budaya atau adat istidat yang sama.
"Hal ini penting untuk menjamin adanya keterwakilan dari karakter sosial budaya atau adat istidat tersebut," katanya.
Prinsip Kesinambungan
Terakhir prinsip kesinambungan, menurut A.I.U prinsip ini dapat dimaknai ketika akan membentuk daerah pemilihan perlu memperhatikan bentuk dan alokasi kursi pada daerah pemilihan di pemilu sebelumnya.
Itupun, Kata dia, jika tidak terjadi persoalan yang siginfikan atau tidak melanggar prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan atau tidak ada perubahan batas wilayah atau laju penduduk yang signifikan.
"Maka idealnya tidak perlu ada perubahan daerah pemilihan," ucapnya.
Dalam pemaparannya, A.I.U mengatakan berdasarkan penjelasan 7 Prinsip Penyusunan Dapil tersebut, nilai Skor yang berwarna Kuning sebanyak 3 (tiga) poin dan Nilai Skor yang berwarna Merah sebanyak 4 (empat) poin.
"Hal itu menunjukan penggabungan Kabupaten Simeulue dengan Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya pada Dapil 10 Aceh bertentangan dengan 7 Prinsip penyusunan Dapil sebagaimana pasal 185 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," jelas Andung Ihya Ullumuddin, SP,MH. (*)
Komentar