Persoalan Pengungsi Rohingya, Tokoh Asal Aceh Pertanyakan Keberadaan UNHCR  

Tokoh Masyarakat Aceh, Samsul, saat ditemui Gumpalannews.com di rumahnya. Minggu (26/11/2023). Foto/ Im Dalisah Gumpalannews.com

Gumpalannews.com, BANDA ACEH -  Kedatangan manusia perahu ke Aceh dalam beberapa pekan terakhir  menimbulkan penolakan secara masif oleh masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas atas sepak terjang manusia perahu suku Rohingnya yang sebelumnya ditampung dibeberapa lokasi penampungan di Aceh.

Penolakan manusia-manusia perahu tersebut bukan tanpa dasar oleh masyakat Aceh. Selama beberapa tahun terakhir kedatangan manusia perahu tersebut justru membuat kegaduhan ditengah-tengah masyarakat dimana mereka ditampung. ungkap Samsul kepada media pada, Minggu (26/11/2023).

Dalam surat disampaikan Deputi Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Rudolf Alberth Rodja melalui surat dengan nomor B-3835/KM.00.02/11/2023 tertanggal 22 November meminta pemerintah Aceh untuk menampung para manusia perahu di basecamp Pramuka Seulawah.

Jadi aneh memang dengan sikap Pemerintah Pusat yang menyurati Pemerintah Aceh untuk menampung para Manusia perahu di Camb Pramuka Seulawah. Selain itu kata dia, keberadaan UNHCR dengan embel-embel kemanusia justru membuka ruang atas ketidakstabilan kondisi keamanan di Aceh.

Sebelumnnya beberapa pemberitaan menerbitkan para pengungsi Rohingnya yang ditampung dibarak-barak pengungsian banyak melakukan perbuatan yang melanggar, baik secara adat maupun cultur masyarakat Aceh.

"Mereka yang selama ini ditampung ditempat penampungan banyak yang melarikan diri kemedan, mereka juga tidak menjaga kebersihan dan banyak melanggar syariat," kata Samsul.

Masyarakat akan merasa was-was dengan keadaan tidak menentu, tiba-tiba ada manusia perahu mendarat di Aceh dan menimbulkan kegaduhan masyakat. Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia sengaja memanfaatkan Aceh sebagai lokasi penampungan mereka, padahal kondisi masyakat Aceh sendiri saat ini cukup memprihatinkan.

Lebih lanjutnya, Pemerintah Aceh harus mewaspadai keberadaan mereka, ini bukan saja persoalan kemanusian, namun juga terkait dengan keamanan daerah, jangan sampai mereka menguasi tanah Aceh dan menuntut hak. Kejadian sepura pernah terjadi di Malaysia mereka menuntut hak kepada pihak kerajaan Malaysia.

"Perlu asitensi semua pihak  dan kewaspadaan dalam menangani manusia-manusia perahu yang datamg silih berganti ke Aceh. Jangan  sampai menibulkan konflik baru ditengah-tengah masyarakat," kata Samsul.

Selain itu, Samsul juga mempersoalkan pengawasan perairan Aceh, yang terkesan ada pembiaran, mereka bisa secara leluasa memasuki wilayah teritorial Republik Indonesia dengan segampang itu.

"Ini menjadi tanda tanya besar, dimana pihak keamanan laut bisa kecolongan dalam mendeteksi kapal-kapal illegal yang lalu-lalang di wilayah perairan Indonesia," katanya.

Lebih lanjut tambah Samsul, Pemerintah pusat harus memperkuat keamanan di wilayah laut dengan meningkatkan patroli keamanan dan mengintensifkan pengawasan terhadap perairan Aceh untuk mencegah masuknya kapal-kapal ilegal.

Editor: Redaksi