Gumpalannews.com, SIMEULUE - Nampaknya surat pemberhentian dari Pemerintah Daerah Simeulue yang ditandatangani Pj Bupati Simeulue, Teuku Reza Fahlevi pada tanggal 05 Agustus lalu dan Hasil Rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue yang telah diparipurnakan tidak berlaku bagi PT. Raja Marga.
PT. Raja Marga mengangkangi dua keputusan Pemerintah Daerah Simeulue tersebut. Dan dibarengi dengan belum adanya penegakkan hukum, atas aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT. Raja Marga di Simeulue, meski hampir 4 tahun sudah melakukan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara ilegal di Simeulue.
Diduga ada upaya pembiaran PT. Raja Marga untuk terus beraktivitas. Hal itu terlihat ketika aktivitas PT. Raja Marga yang dihentikan warga Desa Pasir Tinggi pada rabu, (04/09/2024).
Aktivitas ini membuktikan PT. Raja Marga kebal hukum, meski sudah sudah ada surat pemberhentian oleh Pemerintah Daerah dan rekomendasi tim Pansus yang telah diparipurnakan DPRK Simeulue pada tanggal 28 Agustus lalu.
Padahal dalam rekomendasi Tim Pansus DPRK Simeulue pada poin 1 disebutkan bahwa PT. Raja Marga diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit seperti penebangan hutan, land clearing, pembibitan, penanaman, pembangunan sarana jalan dan seluruh aktivitas yang berada di atas lahan perkebunan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dan pada poin 2 disebutkan PT. Raja Marga agar mengeluarkan seluruh peralatan operasional perkebunan, alat-alat berat, dan menutup barak karyawan di atas lahan yang tidak memiliki izin sampai dengan terbitnya izin sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sementara pada poin 6 disebutkan Kepada Kepala Kepolisian Resort (KAPORLES) Simeulue agar memasang police line pada areal lahan perkebunan PT. Raja Marga serta seluruh peralatan operasional perksbunan yang terdapat didalamnya, karena tidak memiliki izin berdasarkan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kepada Kepala Kepolisian Resort (KAPORLES) Simeulue agar dapat memproses secara hukum seluruh tindakan dan atau perbuatan PT. Raja Marga terhadap pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Pada poin 8 Kepada Kepala Kejaksaan Negeri Simeulue agar dapat menuntut seluruh tindakan dan atau perbuatan pelanggaran hukum PT. Raja Marga terhadap pembukaan lahan perkebunan xelapa sawit yang berpotensi merugikan Negara/Daerah secara materiil dan immateriil.
Pada saat pengusiran alat berat milik PT. Raja Marga di Desa Latiung, seorang tokoh masyarakat Desa Pasir Tinggi meneriakkan dan mempertanyakan hasil Pansus DPRK Simeulue yang terkesan tidak berlaku bagi PT. Raja Marga.
"Keputusan Tim Pansus dimana sekarang?," teriak salah tokoh masyarakat Desa Pasir Tinggi. Rosbian alias Alung. Rabu, (04/09/2024).
Sementara terkait izin lokasi, menurut Tim Pansus DPRK Simeulue seharusnya PT. Raja Marga mengacu kepada Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015 tentang Izin Lokasi dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Izin lokasi merupakan izin untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal. Izin ini memastikan bahwa penggunaan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku.
Sementara terkait aturan yang di langgar PT. Raja Marga, menurut Tim Pansus DPRK Simeulue Bahwa PT. Raja Marga tidak memiliki Izin Lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati/Gubernur berdasarkan keterangan Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue.
Berdasarkan perencanaan pembangunan Kabupaten Simeulue sebagaimana diatur dalam Qanun Kabupaten Simeulue Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simeulue 20142034 (RTRW) menunjukkan bahwa areal perkebunan kelapa sawit PT. Raja Marga sebagiannya masuk dalam kawasan Sawah Irigasi, Sawah Non Irigasi, Perkebunan Rakyat, Hortikultura, Hutan Rakyat, Hutan Produksi, Kawasan Lindung Mangrove, Perkebunan Besar Hutan Produksi, Lahan Pertanian Kering, Lahan Perternakan, Permukiman Perdesaan dan Sempadan Pantai.
Selanjutnya, Izin Usaha Perkebunan (IUP) menurut Tim Pansus harusnya PT. Raja Marga mengacu pada Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Menurut penjelasan Tim Pansus IUP adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dalam skala tertentu. Izin ini mencakup kegiatan penanaman, pemeliharaan, panen, dan pengolahan hasil perkebunan.
Sementara Tim Pansus menyebutkan, aturan yang dilanggar PT. Raja Marga dengan Nomor Induk Bertisaha: 8120217002268 tidak melakukan pendaftaran melalui Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) dari sejumlah areal perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Desa Bulu Hadek Kecamatan Teluk Dalam Seluas + 1.051,/79 Ha, Desa Muara Aman Kecamatan Teluk Dalam Seluas + 297,28 Ha.
Desa Labuhan Bakti Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 422,89 Ha, Desa Pasir Tinggi dan Desa Latiung Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 221, 79 Ha, Desa Badegong dan Desa Latiung Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 154,65 Ha.
Desa Miteum Kecamatan Simeulue Barat Seluas + 187, 13 Ha, Desa Amabaan Kecamatan Simeulue Barat Seluas + 187, 13 Ha, Desa Lafakha Kecamatan Alafan Seluas + 109, 29 Ha, dan Desa Lauke Kecamatan Simeulue Tengah Seluas + 356, 55 Ha.
“Sedangkan areal kelapa sawit di Desa Lauke sudah terdaftar di OSS dengan nomor KBLI 01262. Namun belum terverifikasi karena belum memenuhi persyaratan,” demikian bunyi hasil Pansus DPRK Simeulue.
Selain itu terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL harusnya PT. Raja Marga memedomani Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang ' Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Tim Pansus, AMDAL adalah studi yang wajib dilakukan untuk menilai dampak potensial dari rencana kegiatan terhadap lingkungan hidup sebelum memperoleh Izin Lingkungan. Izin Lingkungan diberikan berdasarkan AMDAL atau UKL-UPL yang telah disetujui dan merupakan syarat untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan lainnya. Tanpa AMDAL yang disetujui, Izin Lingkungan tidak dapat diterbitkan.
Dengan demikian bahwa aturan yang di langgar PT. Raja Marga adalah tidak memiliki dokumen AMDAL pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan keterangan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Simeulue.
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
Seharusnya PT. Raja Marga wajib memedomani Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.62/Menlhk-Setjen/2015 tentang Pemberian IPK.
Izin Pemanfaatan Kayu diperlukan jika dalam proses pembukaan lahan terdapat penebangan pohon. Izin ini mengatur pemanfaatan hasil hutan kayu yang diperoleh dari pembukaan lahan.
Menurt Tim pansus aturan yang di langgar PT. Raja Marga adalah tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada hutan kayu yang diperoleh dari pembukaan lahan perkebunan.
Sementara terkait Izin Pelepasan Kawasan Hutan PT. Raja Marga harusnya wajib tunduk pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Kehutanan.
Jika lahan yang akan digunakan masuk dalam kawasan hutan, diperlukan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengubah status lahan tersebut.
Sehingga menurut Tim Pansus aturan yang di langgar PT. Raja Marga adalah tidak memiliki Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengubah status lahan tersebut. Namun, PT. Raja Marga telah melakukan perambahan hutan untuk areal perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2022.
Begitu juga dengan Hak Guna Usaha (HGU), PT. Raja Marga harusnya taat pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan. Untuk perkebunan kelapa sawit, HGU biasanya diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang.
Menurut Tim Pansus aturan yang di langgar PT. Raja Marga adalah tidak memiliki izin Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit yang dikeluarkan oleh menteri ATR/BPN. Namun, PT. Raja Marga telah melakukan usaha perkebunan sawitnya di atas areal yang tidak memiliki izin sejak tahun 2022 yang lalu.
Terkait Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) seharusnya PT. Raja Marga patuh pada Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
“PT. Raja Marga wajib memiliki sertifikasi ISPO perkebunan kelapa sawit untuk memastikan praktik perkebunan yang berkelanjutan dan sesuai dengan Staidar yang ditetapkan pemerintah,” kata Tim Pansus dalam laporannya.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS) Landasan Hukum:
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana diubah dengan PERPU Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang penetapan PERPU Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Nomor & Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor S5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan Data, dan Pembatalan Perizinan Berusaha.
Sistem “ OSS memudahkan proses perizinan dengan mengintegrasikan berbagai izin melalui satu pintu. Perusahaan harus mendaftarkan usahanya melalui sistem ini untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) dan perizinan lainnya. Pelaku usaha wajib mendaftarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) karena beberapa alasan penting:
Regulasi dan Kepatuhan: Pendaftaran KBLI pada OSS RBA adalah kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini membantu memastikan bahwa usaha yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Klasifikasi Usaha: KBLI digunakan untuk mengklasifikasikan jenis usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ini penting untuk menentukan perizinan yang tepat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan sektor atau bidang usaha tertentu.
Pengelolaan Risiko: sistem OSS RBA menggunakan KBLI untuk menilai dan mengelola risiko usaha. Ini memungkinkan pemerintah untuk menerapkan regulasi dan pengawasan yang sesuai dengan tingkat risiko yang terkait dengan jenis usaha tertentu.
Kemudahan dan Efisiensi: Dengan mendaftarkan KBLI dalam OSS RBA pelaku usaha dapat memperoleh izin usaha secara lebih cepat dan efisien melalui satu pintu pendaftaran, yang mengurangi birokrasi dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh izin.
Integrasi Data: pendaftaran KBLI dalam sistem OSS RBA memungkin integrasi data yang lebih baik antara pelaku usaha dan berbagai lembaga pemerintahan, sehingga memudahkan proses pengawasan, penilaian, dan pelayanan terkait usaha.
Secara keseluruhan, pendaftaran KBLI dan OSS RBA memastikan bahwa pelaku usaha mematuhi peraturan yang berlaku dan membantu pemerintah dalam pengelolaan dan pengawasan sektor usaha secara lebih efektif.
Aturan yang di Langgar PT. Raja Marga:
“Untuk hal tersebut kami sampaikan Daftar Lahan/Lokasi Usaha PT. A MARGA yang tidak Mendaftarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada Sistem OSS RBA dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) : 8120217002258 sebagai berikut,” kata Hamsipar saat membacakan hasil Pansus DPRK Simelue:
Desa Bulu Hadek Kecamatan Teluk Dalam Seluas + 1.051,79 Ha Desa Muara Aman Kecamatan Teluk Dalam Seluas + 297,28 Ha. Desa Labuhan Bakti Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 422,89 Ha Desa Pasir Tinggi dan Desa Latiung Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 221, 79 Ha.
Desa Badegong dan Desa Latiung Kecamatan Teupah Selatan Seluas + 154,65 Ha. Desa Miteum Kecamatan Simeulue Barat Seluas + 187, 13 Ha. Desa Amabaan Kecamatan Simeulue Barat Seluas + 187, 13 Ha. Desa Lafakha Kecamatan Alafan Seluas 109, 29 Ha , Desa Lauke Kecamatan Simeulue Tengah Seluas 4 356, 55 Ha .
Kewajiban Pelaku Usaha tersebut diatas berdasarkan Undang-undang, jika ada satu bidang usaha di beberapa lokasi maka Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) nya harus mendaftarkan masing - masing lokasi usahanya tersebut. Dalam hal Pelaku Usaha diwajibkan Mendaftarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) di setiap lokasi usaha, meskipun dengan bidang usaha yang sama, penting karena beberapa alasan:
Pengaturan dan Pengawasan Lokal: Setiap lokasi usaha mungkin memiliki karakteristik dan regulasi lokal yang berbeda. Pendaftaran KBLI di setiap lokasi membantu pemerintah daerah dalam mengawasi dan mengatur kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku di wilayah tersebut.
Pemantauan dan Pengelolaan Risiko: Risiko yang terkait dengan kegiatan usaha dapat berbeda tergantung pada lokasi. Dengan mendaftarkan KBLI di setiap lokasi, pemerintah dapat lebih baik dalam memantau dan mengelola risiko yang spesifik untuk tiap-tiap area.
Kepatuhan Terhadap Regulasi Lokal: beberapa daerah mungkin memiliki regulasi khusus yang perlu dipatuhi oleh pelaku usaha. Pendaftaran KBLI di setiap lokasi memastikan bahwa usaha mematuhi peraturan setempat yang mungkin berbeda meskipun bidang usahanya sama.
Data dan Statistik: Pendaftaran KBLI di lokasi-lokasi berbeda membantu pemerintah dalam mengumpulkan data yang lebih akurat : tentang distribusi dan jenis usaha di berbagai daerah. ini penting untuk perencanaan ekonomi dan pembangunan regional.
Kebutuhan Perizinan dan Pengawasan: setiap lokasi mungkin memerlukan izin atau pengawasan tambahan yang spesifik. Pendaftaran KBLI di masing-masing lokasi memfasilitasi penerbitan izin dan pengawasan yang sesuai dengan kegiatan usaha di lokasi tersebut.
Dengan demikian, pendaftaran KBLI di setiap lokasi usaha membantu dalam pengelolaan, pengawasan, dan pemantauan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan dan regulasi di masing-masing area.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Raja Marga di Kabupaten Simeulue memerlukan kepatuhan terhadap berbagai undang-undang dan peraturan yang mengatur aspek-aspek tanah, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Proses perizinan yang komprehensif ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan perkebunan dilakukan—secara legal, beretika, dan berkelanjutan. Perusahaan yang berencana membuka perkebunan kelapa sawt harus melakukan due Wiligence yang mendalam dan berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku.
Komentar