Pasca Putusan MK, KPU Diminta Menata Daerah Pemilihan Di Aceh, Simeulue Diharapkan Diberi DAPIL Khusus Pada Pemilu 2024 Mendatang
Gumpalannews.com, SIMEULUE – Pasca Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 80/PUU-XX/2022 Tentang putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), di Jakarta beberapa waktu lalu membuat sejumlah tokoh muda Simeulue angkat bicara.
Salahsatu tokoh muda asal Simeulue, Provinsi Aceh, yang juga politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ihya Ullumudin, SP,M.H yang dikonfirmasi Gumpalannews.com, (28/12/2022), mengatakan mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar segera menindalanjuti Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Menurut Ihya dengan dimenangkannya gugatan Perludem ini, berarti Mahkamah Konstitusi telah mengembalikan Kewenangan KPU untuk menata Daerah Pemilihan dan pendistribusian Kursi baik untuk DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota.
“Kita mendukung KPU RI untuk segera melaksanakan dan menindaklanjuti Amar Putusan Mahkamah Konstitusi secara baik untuk melakukan penataan daerah pemilihan berdasarkan 7 prinsip penataan dapil demi terwujudnya pemilu yang Demokratis secara langsung,umum, bebas dan rahasia,” Ujar Ihya Ullumuddin, SP,MH, kepada Gumpalannews.com. Rabu (28/12/2022).
Pria yang akrab disapa Andung Ihya Ulumuddin ( A.I.U) berharap kepada Komisi Pemilihan Umum KPU RI agar di Provinsi Aceh perlu dilakukan penambahan Daerah Pemilihan (Dapil) DPRD Provinsi untuk Kabupaten Simeulue.
“Kita berharap agar Kabupaten Simeulue dijadikan Dapil Baru. Dimana penggabungan Kabupaten Simeulue dengan Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Nagan Raya pada dapil 10 sangat bertentangan dengan 7 prinsip penyusunan daerah pemilihan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, pertentangan 7 prinsip kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integritas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan prinsip kesinambungan dapat kita uji nilai scornya, di Kabupaten Simeulue” Jelas Andung Ihya.
Diantaranya Kata Ihya, adalah Pertama, Prinsip integritas wilayah adalah keutuhan atau keterpaduan antara wilayah administrasi, geografis, sarana penghubung, hingga kemudahan akses transportasi ketika akan digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan.
Prinsip ini tidak memperkenankan antar suara wilayah administrasi yang tidak berbatasan langsung satu dengan lain digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan.
Prinsip ini memiliki Nilai Scor Merah untuk simeulue dimana Kabupaten Simeulue sebagai Daerah Kepulauan yang berjarak 242 km dengan Kabupaten Aceh Jaya, 202 km dengan Kabupaten Aceh Barat dan 173 km dari Kabupaten Nagan Raya.
Ihya menambahkan, hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Simeulue bukan merupakan satu kesatuan wilayah administrasi dengan 3 (tiga) Kabupaten tersebut dan dengan menggunakan sarana Penghubung transportasi Kapal Laut (Kapal Fery) dari Pelabuhan Kabupaten Aceh Jaya dengan waktu tempuh selama 16 jam, dari Pelabuhan Kabupaten Aceh Barat 14 jam.
Sementara Kata Ihya, untuk Transportasi Udara dari Bandara Lasikin -Simeulue ke Bandara Kuala Namu- Medan dengan waktu tempuh 1 jam 20 menit, dengan jadwal penerbangan yang sangat terbatas (1 minggu 3 kali penerbangan Wings Air) dengan harga tiket Rp. 1.300.000;- dan Bandara Kuala Namu ke bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh dengan waktu tempuh 1 jam 25 menit dengan harga tiket Rp. 1.200.000;- selanjutnya dari Banda Aceh ke Kabupaten Aceh Jaya (Dapil) dengan waktu tempuh 3 jam melalui transportasi darat.
“ini menunjukkan bahwa tidak terdapatnya kemudahan nilai akses transportasi. Ke Dua Prinsip berada dalam cakupan wilayah yang sama dapat dimaknai ketika antar wilayah administrasi digabungkan menjadi suatu daerah pemilihan harus berada dalam satu cakupan wilayah yang sama, bukan berada pada wilayah yang berbeda atau tidak berbatasan satu dengan yang lainnya,” Jelas Ihya.
Prinsip ini kata dia, juga memiliki Nilai Scor Merah dimana Kabupaten Simeulue merupakan yang Daerah Kepulauan yang berjarak 242 km dengan Kabupaten Aceh Jaya, 202 km dengan Kabupaten Aceh Barat dan 173 km dari Kabupaten Nagan Raya.
“Ini menunjukan bahwa Kabupaten Simeulue bukan berada pada wilayah yang sama atau tidak berbatasan langsung dengan 3 (tiga) Kabupaten dalam Dapil 10,” Katanya.
Ke Tiga Prinsip Kohesivitas adalah ketika dalam membentuk daerah pemilihan, ketika menggabungkan antar wilayah administrasi menjadi suatu daerah pemilihan penting untuk memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok minoritas.
“Jika suatu wilayah administrasi mayoritas penduduk dari kelompok sosial budaya atau adat tertentu, maka perlu dijadikan satu daerah pemilihan tersendiri atau digabungkan daerah wilayah administrasi lain yang memiliki karakter sosial budaya atau adat istidat yang sama,” Ucap Ihya.
Ini penting, Tegas Ihya, untuk menjamin adanya keterwakilan dari karakter sosial budaya atau adat istidat tersebut Prinsip Kohesivitas juga memiliki Nilai Scor Merah Kabupaten Simeulue memiliki adat dan budaya tersendiri serta berbeda dengan adat, budaya di Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Jaya.
“Seperti dari segi perbedaan bahasa daerah yang tidak dipahami oleh 3 (tiga) kabupaten dalam Dapil 10 dan sebaliknya. serta berbeda dari sisi Adat Istiadat sehingga menunjukan masyarakat Kabupaten Simeulue sebagai bagian kelompok minoritas dari masyarakat aceh yang berbeda budaya dan adat istiadatnya tersendiri,” Terang Ihya.
Ke Empat Prinsip Kesinambungan dapat dimaknai ketika akan membentuk daerah pemilihan perlu memperhatikan bentuk dan alokasi kursi pada Daerah Pemilihan di Pemilu sebelumnya. Jika tidak terjadi persoalan yang siginfikan atau tidak melanggar prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan atau tidak ada perubahan batas wilayah atau laju penduduk yang signifikan.
“Maka idealnya tidak perlu ada perubahan daerah pemilihan Prinsip Kesinambungan, juga memiliki Nilai Scor Merah dimana Kabupaten Simeulue mengalami pertumbuhan penduduk dari pemilu sebelumnya serta selama Puluhan Tahun tidak memiliki Perwakilan di DPRD Propinsi Aceh. Prinsip kesinambungan kursi perwakilan masyarakat simeulue tidak ada yang dapat dipertahankan. Jadi dari 7 Prinsip penyusunan Daerah Pemilihan 3 Prinsip dengan Scor Kuning atau Normatif dan 4 Prinsip dengan Scor Merah atau tidak sesuai sehingga penggabungan Kabupaten Simeulue dengan 3 kabupaten lainnya, di Dapil 10 bertentangan dengan pasal 185 undang-undang no 7 tahun 2017,” katanya.
Ihya mengatakan, Adapun Judicial Review atau Uji Materiil di Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, diantaranya;
Pasal 187 ayat (1), “Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota”;
Pasal 187 ayat (5), “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini”;
Pasal 189 ayat (1), “Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota;
Pasal 189 ayat (5), “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini”;
Pasal 192 ayat (1), “Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan”;
Editor: Redaksi