Akibatnya, Aceh tetap menjadi Provinsi termiskin di Sumatera.
Gumpalannews.com, BANDA ACEH - Tahun 2022 adalah tahun yang penuh tantangan bagi masyarakat Aceh. Dimana setelah dua tahun lebih masyarakat mengalami dampak negatif dari wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Tahun 2022 seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintah dan masyarakat Aceh untuk melakukan pemulihan dan perbaikan di bidang sosial dan ekonomi, yang terdampak sejak wabah Covid 19 melanda.
Hal tersebut disampaikan Ketua Partai NasDem Aceh, DR. H. Teuku Taufiqulhadi, M.Si dalam keterangan tertulis yang diterima awak media, Rabu (28/12/2022).
Menurutnya, pada tahun ini juga telah terjadi transisi kepemimpinan pemerintahan Aceh melalui penunjukan Pj Gubernur pada tanggal 6 Juli 2022 laku oleh Pemerintah Pusat dalam rangka meneruskan kepemimpinan Pemerintahan Daerah yang telah berakhir periodesasinya.
"Dalam pelantikan Pj Gubernur salah satu amanat Mendagri adalah pemulihan ekonomi pasca pandemi, dengan cara percepatan realisasi belanja yang efektif, efisien dan tepat sasaran. Serta menghidupkan UKM, diantaranya dengan penggunaan produksi dalam negeri dan mengurangi angka kemiskinan," tulis Teuku Taufiq.
Dengan demikian, NasDem Aceh memandang perlu untuk membuat catatan penting sebagai refleksi akhir tahun sebagai bentuk tanggungjawab dan fungsi politik, guna mencapai perbaikan bagi kita semua.
I. Peran Pemerintah Aceh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Aceh.
Tidak ada pertumbuhan ekonomi di Aceh merupakan suatu fakta yang memprihatinkan kita semua. Data Bank Indonesia yang dirilis pada triwulan ll
2022 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB Aceh mengalami penurunan yang signifikan dari triwulan ll dari 4,36% turun menjadi 2,13% pada triwulan ll 2022. Kondisi tersebut jauh dibawah rata-rata Nasional sebesar 5,72 %.
Sementara itu realisasi APBA TA 2022 (per 27 Desember 2022) sebesar 87,8% dari total Rp16,7 Trilyun dengan target realisasi (per 31 Desember 2022) sebesar 95%. Padahal ini merupakan daya serap anggaran paling tinggi dalam kurun empat tahun terakhir.
Dua hal pokok yang bertolak belakang atas realitas perekonomian Aceh, yaitu disatu sisi kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh sangat positif (sisi serapan), sedangkan pertumbuhan perekonomian Aceh menurun. Akibatnya, Aceh tetap menjadi Provinsi termiskin di Sumatera.
Focus implimentasi anggaran haruslah juga pada serapan lapangan kerja di Aceh, sehingga secara pasti dapat mengurangi angka pengangguran.
Anggaran Aceh (terutama sumber anggaran dari dana Otsus) yang merupakan sumber anggaran berjangka dan akan habis pada masanya, dimana selama ini terkesan hanya untuk belanja birokrasi dan kegiatan asal habis, haruslah bergeser pada pertumbuhan industry kecil menengah yang nantinya akan menjadi sumber pendapatan Aceh setelah Dana Otsus berakhir.
Kritik Mendagri Tito Karnavian pada rapat koordinasi para Kepala Daerah di Aceh tanggal 22 Desember 2022 lalu harus menjadi perhatian serius bagi Pj Gubernur Aceh, dalam hal pengelolaan dan kebijakan anggaran Pemerintah Aceh. Sehingga, pelaksanaan APBA mampu menekan angka kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian Aceh.
Pj Gubernur sebaiknya focus dalam pemetaan problem-problem mendasar di bidang ekonomi, serta meningkatkan efektifitas dalam pengendalian birokrasi Pemerintah Aceh.
Memastikan bahwa serapan anggaran APBA dapat memberikan multiplier effect dan tepat sasaran jauh lebih penting dari pada upaya untuk menggaet investasi, ketika kondisi perekonomian masyarakat masih buruk dan tata kelola anggaran dan pemerintahan belum berjalan dengan baik.
II. Peran Pemerintah Aceh Terhadap Proses Demokratisasi.
Salah satu tugas penting sejak pelantikan Pj Gubernur Aceh adalah menciptakan stabilitas politik yang sehat dan kondusif. Iklim politik yang demokratis adalah merupakan fondasi utama bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik.
Apalagi dalam waktu dekat kita sudah memasuki tahapan penyelenggaraan Pileg dan Pilpres. Pj Gubernur sebagai pembina semua elemen politik (parpol, kandidat kepala daerah, maupun kandidat presiden) harus mampu membangun komunikasi dan relasi yang setara dengan semua elemen yang ada, tanpa ada diskriminasi.
Oleh itu Pj Gubernur harus senantiasa melakukan langkah antisipasi terhadap setiap adanya potensi atas tindakan diskriminatif dan terganggunya stabilitas keamanan di Aceh.
Demikian catatan Refleksi Akhir Tahun Partai NasDem Aceh dari Ketua Partai Nasbem Aceh, DR. H. Teuku Taufiqulhadi, M.Si yang diterima oleh awak media. (*)
Komentar