Miliki Peran Sentral, Guru Diminta Ajarkan Sikap Cinta Damai dan Toleran Kepada Siswa
Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Dr Mukhlisuddin Ilyas, foto bersama Pj Bupati Aceh Besar Iswanto, pada acara Training of Trainer (ToT) bagi guru tingkat PAUD hingga SMA di lingkungan Banda Aceh dan Aceh Besar yang digelar FKPT Aceh di Aula Dekranasda Aceh Besar, Rabu, 12 Oktober 2022. Foto: Im Dalisah/Gumpalannews.com

Gumpalannews.com, Aceh Besar - Radikalisme dan terorisme tidak mengenal agama, profesi, jenjang pendidikan, kaya atau miskin. Seluruh elemen dan unsur masyarakat memiliki potensi terpapar virus paham berbahaya tersebut.

"Untuk itu, peran guru atau kalangan pendidik sangat sentral dalam rangka membendung paham radikalisme. Guru harus mampu mengajarkan sikap, perilaku dan tindakan yang saling toleran dan cinta damai, yang penting guru menjadi penengah diatas perbedaan pendapat," ujar Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Dr Mukhlisuddin Ilyas, pada acara Training of Trainer (ToT) bagi guru tingkat PAUD hingga SMA di lingkungan Banda Aceh dan Aceh Besar yang digelar FKPT Aceh di Aula Dekranasda Aceh Besar, Rabu, 12 Oktober 2022.

Mengutip hasil Kajian BNPT, Mukhlisuddin menyebutkan, potensi radikalisme lebih tinggi pada kalangan perempuan. Ia pun memaparkan sejumlah kejadian di Surabaya, Makasar, Medan dan penyerangan Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang mahasiswi, harus menjadi catatan dalam pencegahan radikal.

"Moderasi beragama, sebuah gagasan membangun tolerasi, sikap anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Yang paling penting dari itu, kita jangan terpancing dengan berita-berita hoax. Pastikan saring sebelum sharing setiap berita," tegas Mukhlisuddin.

Dalam kesepakatan itu, Ketua FKPT Aceh itu mengingatkan tentang kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Aceh toleransi dan moderat.

"Sejarah keberagaman orang Aceh sudah teruji. Dalam perspektif sejarah, sulit orang Aceh terpapar radikalisme dan terorisme," tutur Mukhlisuddin.

Namun, lanjutnya, situasi kini sudah berubah karena sejumlah orang Aceh terlibat dalam jaringan terorisme. Malah, sambung Mukhlisuddin, Pergunungan Jalin Jantho Aceh Besar, sempat menjadi pusat pelatihan terorisme terbesar di Indonesia ketika itu.

"Makanya jangan heran, dimana saja ada aksi terorisme, ada kata Aceh didalamnya, karena mereka pernah ikut pelatihan di Jalin Janto Aceh Besar,"ujarnya.

Untuk itu, lanjut Mukhlisuddin, saat ini harus ada gagasan supaya generasi muda dibahani pelajaran sejarah Aceh yang toleran dan moderat.

"Kita ini masyarakat kosmopolit, masyarakat terbuka. Makanya generasi Aceh kedepan harus berfikir terbuka. Minimal, siswa sekolah harus mampu bersikap tolerasi dalam segala hal," kata dia.

Pihaknya mencatat, seseorang yang terlibat dalam kelompok terorisme, pasti melalui proses sikap intoleransi dan tahapan berikutnya menjadi radikal dan terorisme.

"Karena itu perlu sikap dan tindakan hidup yang toleran. Hindari berhubungan dengan kelompok yang suka menyalahkan amaliyah orang lain, suka membidahkan kelompok lain, suka mengkafirkan orang lain, kehidupan yang eksklusif, dan tergabung dalam organisasi ekstrimis," beber Mukhlisuddin.

Sementara itu, Ketua panitia, Dr Sulaiman, dalam keterangannya kepada gumpalannews.com menerangkan tema besar acara ini adalah “Internalisasi nilai-nilai agama, Sosial, Ekonomi dan Budaya Melalui Training of Trainer Menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah, dan Lomba Pembuatan Bahan Ajar Berupa Video Pendek Sosiodrama Moderasi Beragama”.

"Kegiatan ini diikuti oleh 100 peserta, dari kalangan guru, mulai guru TK hingga SMA di Aceh Besar, perwakilan duta damai, dan praktisi pendidikan di Aceh Besar," ujar Kabid Agama FKPT Aceh ini.

Laporan : Im Dalisah


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...

Berita Terkini