Opini: Oleh Direktur Wilayah Sumsel Public Trust Institute Fatkurohman, S Sos.
Pilkada serentak tahun 2024 tidak lama lagi tidak terkecuali pemilihan walikota (pilwako) Palembang. Para tokoh yang berminat maju di kontestasi 5 tahunan ini sudah mulai tebar pesona untuk memikat calon pemilih. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI daftar pemilih sementara Kota Palembang saat ini hampir mencapai 1,1 juta pemilih.
Untuk memperebutkan jumlah pemilih ini dalam kontestasi pilwako Palembang tidak mudah, para bakal calon kandidat harus memahami demografi pemilih dengan berbagai karakternya. Sejauh ini belum banyak mengalami perubahan karakter pemilih Kota Pempek ini jika dibandingkan dengan kontestasi Pilwako sebelumnya kecuali perubahan jumlah segmentasi pemilih.
Strategi pendekatan pemilih pun masih didominasi oleh strategi kampanye yang bersifat populis emosional yang tentunya ingin meraih 'lirikan' dan simpati dari pemilih emosional. Untuk melihat pemilih Kota Palembang, dapat dikategorikan dalam tiga karakter seperti yang digambarkan dalam penelitian Malik (2018) terkait karakter umum pemilih nasional. Tiga karakter ini adalah pemilih emosional, pemilih rasional-emosional, dan pemilih rasional.
Dalam penjelasanya Pemilih emosional adalah pemilih yang memiliki hubungan emosional sangat kuat dengan identitas yang membentuknya dari sejak lahir. Inilah yang sering dikenal dengan pemilih Identitas. Identitas itu berbentuk dalam paham ideologis, agama, dan budaya. Pemilih emosional bisa dibagi dalam dua karakter yakni pemilih emosional aktif dan emosional pasif. Pemilih emosional aktif cenderung mudah terprovokasi dan sangat cepat merespons isu terkait isu identitas seperti agama (Cengiz Erisen, 2018). Di Palembang sebagai kota religius pemilih emosional aktif juga dominan dan militan. Ciri khasnya mereka akan merespon isu dengan cepat terutama di media sosial terkait isu-isu identitas.
Bagaimana dengan emilih emosional pasif, pemilih yang tidak menampakkan emosinya secara terang benderang, biasanya pemilih ini cenderung menggunakan pola komunikasi diam (silent communication). Mereka tidak menunjukkan pilihan mereka dan tidak ingin dinilai secara sosial dari pilihan mereka. Dalam kontestasi pilpres atau pilkada ini sangat menentukan pilihan karena tidak menampakkan pilihannya (silent) namun tetap militan.
Di Kota Palembang pemilih emosional seperti ini banyak ditemui dengan basis keagamaan. Seperti jemaah-jemaah.pengajian, majlis taklim, majelis zikir dan lain sebagainya. Tidak hanya soal agama, pemilih emosional juga ada pemilih berhaluan ideologi seperti Soekarnoisme atau berhaluan identitas kesukuan seperti Jawasentris (Pujasuma), Komering, musi serta lainnya.
Kemudian, Pemilih rasional-emosional yakni pemilih yang cenderung akan diam ketika melihat isu yang bersifat agama, identitas, dan simbolik digaungkan. Pemilih seperti ini membutuhkan waktu untuk memproses informasi dan isu tersebut. Akan tetapi dalam proses penerjemahan informasi tersebut faktor emosional alam bawah sadar masih dominan sehingga proses penerjemahan informasi terdistorsi oleh faktor-faktor yang secara tidak sadar membentuk pola pikir mereka.
Pemilih seperti ini mampu merasionalkan pilihan mereka akan tetapi ketika hal tersebut menyangkut permasalahan ideologis, agama, dan etnis, mereka tidak sanggup memberikan argumentasi yang cukup. Pemilih rasional-emosional adalah tipikal pemilih yang lebih pasif dan suka mengamati. Pemilih rasional emosional ini ketika tidak bisa merasionalkan seringkali terjebak dalam pemilih irasional atau oportunis sehingga sering dimanfaatkan dalam praktik politik uang.
Terkahir, Pemilih rasional adalah pemilih yang mengesampingkan faktor emosional dalam memaknai suatu informasi. Proses analisa dalam pemilih rasional mengedepankan data yang afirmatif dan majemuk. Pemilih rasional mengedepankan komunikasi aktif dan terbuka, dalam artian mereka bisa menjawab secara terinci kenapa mereka membuat suatu pilihan politis. Pemilih seperti ini juga membutuhkan gagasan-gagasan atau pikiran kreatif seorang kandidat tentang masa depan. Dalam konteks demokrasi ini pemilih rasional tidak sebanyak pemilih emosional ataupun rasional emosional.
Mereka tidak segan menjabarkan alasan dan faktor-faktor yang menyebabkan mereka membuat keputusan tersebut. Anda bisa mendapatkan contoh pada teman atau kerabat anda yang tidak akan sungkan memaparkan pilihan politis mereka secara logis. Itulah gambaran pemilih rasional yang secara umum memiliki pendidikan politik yang baik serta punya akses informasi.
Perubahan Pemilih dalam Kajian Data.
Akses informasi masyarakat yang cepat membuat adanya perubahan-perubahan karakter pemilih terutama pada pemilih emosional dan rasional emosional kota Palembang. Data yang dihimpun dari lembaga Rumah Citra Indonesia (RCI) terkait pilwako Palembang 2018 angka pemilih militan mencapai 49 persen. Sementara 51 persen pemilih sangat cair dan bisa berubah pilihannya terhadap kandidat jelang pilkada yang dikenal dengan pemilih non militan. Untuk melihat lebih dalam tentang karakter pemilih Kota Palembang agar bisa kita elaborasikan kedalam sejumlah kandidat dapat kita kategorinya.
Pertama, pemilih religius. Sebagai kota yang dikenal dengan religius, sebetulnya pemilih religius ini menginginkan adanya kandidat yang mereprestasikan kalangan mereka seperti ulama dan tokoh organisasi Islam semisal serta tokoh yang mampu mewakili mereka sesuai dengan karakter pemilih ini. Jumlahnya pemilih ini cukup tinggi yang menyukai sosok kepemimpinan berkarakter religius yakni 32 - 35 persen.
Palembang secara Sosio kultural keagamaan mayoritas adalah Nahdlatul Ulama khas Melayu. Yang mangasosiasikan sebagai warga Nahdiyin data 2018 sekitar 45 persen dari pemilih. Ustadz Abdul Shomad masih menjadi ulama panutan yang terkuat di segmen pemilih ini. Jumlah ini sangat signifikan jika ada kandidat yang mampu mewakili segmen yang dikenal militan ini maka menjadi modal kuat sebagai kandidat.
Sejumlah nama potensial dalam kajian Lembaga Kajian dan Survei Public Trust Institute untuk bisa jadi unggulan untuk segmen ini. Tokoh tersebut yakni Bendahara Gerindra Sumsel Prima Salam, alasan mendasarnya dia adalah tokoh muda sebagai caleg suara terbanyak Partai Gerindra dapil Palembang A, sekaligus partai suara terbanyak di dapil ini pada pemilu 2019 lalu. Rekam jejaknya yang aktif di pengajian-pengajian bersama Ustadz Abdul Somad di berbagai tempat juga menjadi poin positif untuk Anggota DPRD Sumsel ini.
Nama Prima Salam populer dikalangan para jemaah pengajian karena dikenal dekat dengan UAS yang menjadi panutan kultural NU khas Melayu. Di Palembang komunitas Maspuro sangat dikenal masyarakat terutama segmen pemilih religi ini.
Kemudian ada nama Mgs Syaiful Padli Politisi muda PKS yang aktif merespon persoalan Kota Palembang dengan kapasitasnya sebagai Anggota DPRD Sumsel. Jika memenangkan pemira di internal PKS Palembang, pemenang wirausaha mandiri ini bisa menjadi tokoh muda yang bisa diterima di segmen ini. Selain itu juga ada nama Ratu Dewa Sekda Kota Palembang yang dikenal oleh warga Nahdiyin Palembang. Ketua ISNU Palembang ini juga sangat aktif diruang publik sebagai sekda sehingga dikenal populer.
Petahana Fitrianti Agustinda pun mulai mendekati pemilih religi ini dengan kapasitasnya sebagai Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kota Palembang dengan terobosan berbagai pengajian ibu-ibu. Ketika berpasangan dengan Harnojoyo sebagai wakil walikota, pasangan ini sukses meraup pemilih religi melalui program safari subuh dan gotong royong. Finda sendiri selama ini dikenal sebagai politisi PDIP yang dikenal pada pemilih segmen pemilih emosional kebudayaan serta pemilih menengah bawah. Saat ini adik kandung Romi Herton menjadi Ketua DPD Nasdem Palembang setelah mengundurkan diri dari PDIP. Tokoh lain seperti Nasrun Umar pun mulai menggarap pemilih ini dengan aktif safari Jumat. Begitu juga Akbar Alfaro yang juga terlihat menggarap segmen pemilih ini.
Kedua, pemilih muda yakni pemilih Palembang dari kalangan anak muda usia 17 – 39 tahun. Generasi muda ini lebih melek teknologi dan informasi, aktif di media sosial serta dalam masa pencarian jati diri dan posisi di tengah kehidupan. Pemilih ini dominan kategori pemilih emosional dan rasional emosional.
Jumlah pemilih muda di Kota Palembang diangka sekitar 46 persen. Pemilih ini sangat menyukai kandidat yang memiliki ide-ide kreatif serta gagasan terutama untuk segmen ini pemilih ini.
Sejumlah tokoh potensial juga bisa masuk di segmen pemilih ini seperti Akbar Alfaro politisi muda, pengusaha muda dan Ketua DPC Gerindra Kota Palembang. Kesuksesannya sebagai pengusaha dan politisi tentu bisa menjadi inspirasu pemilih ini.
Kemudian Mgs Syaiful Padli yang juga politisi muda PKS serta pengusaha muda bidang properti juga jadi magnet terutama pemilih religius Milenial dari kalangan remaja masjid.
Prima Salam Politisi muda Gerindra di DPRD Sumsel juga bisa menjadi kejutan untuk menggaet pemilih ini melalui aktivitasnya di kelompok-kelompok religi. Kemudian juga Ketua DPC Demokrat Palembang Yudha Mahyudin juga potensial untuk merebut segmen ini.
Tokoh lain seperti kalangan birokrat Basyaruddin juga mulai rajin untuk bisa mendekati segmen pemilih ini melalui komunitas-komunitas. Begitu juga Sekda Kota Ratu Dewa juga aktif dengan mengkomunikasikan aktivitas kerjanya di media sosial sebagai upaya membranding diri dikalangan pemilih ini. Namun demikian perlu menjadi catatan populer di media sosial juga tidak bisa menjamin bisa menggaet pemilih jika tidak memahami karakter ini.
Ketiga, pemilih rasional. Pemilih rasional ini akan sangat mudah berubah pilihan jika kandidat tersebut tidak menghadirkan hal-hal yang konkret dan rasional.
Mereka mengacu pada program dan gagasan yang ditawarkan kandidat. Mereka berasal dari kalangan menengah ke atas dan pendapatan di atas rata-rata. Jumlahnya berkisar 15 - 20 persen pemilih di Palembang. Pemilih ini akan cenderung menentukan pilihan hingga jelang pemungutan suara dan sering menentukan kemenangan kandidat jika kandidat bersaing ketat. Untuk membidiknya kandidat harus mampu merasionalkan programnya kepada pemilih ini. Jika dilihat dari opini publik Basyaruddin mulai menarasikan pikirannya yang dekat dengan segmen pemilih ini.
Keempat, pemilih oportunis. Pemilih oportunis ini pemilih yang didasarkan pada kepentingan materi atau politik uang (money politik/lokak duit).
Jika mengacu pada reverensi riset 2018 bervariasi bisa mencapai 15 - 20 persen saat ini bahkan bisa lebih dari itu jumlah pemilih oportunis ini mengingat kondisi Sosio ekonomi pasca pandemi COVID-19. Pemilih ini berada dikelompok-kelompok masyarakat miskin dan pinggiran kota. Ada istilah, “makin besak, makin dipilih kandidat tersebut”.
Untuk segmen ini tentu sangat menguntungkan bagi tokoh yang memiliki biaya politik yang kuat serta jaringan politik yang memadai.
Dengan melihat karakter pemilih ini, Artinya, siapa yang bakal unggul di pilkada Palembang nanti tentunya mereka yang mampu menundukan keempat jenis pemilih ini untuk mendulang suaranya. Para calon tidak bisa hanya mengandalkan cara-cara kolot tradisional disaat perkembangan pemilih muda dan perkembangan teknologi informasi semakin cepat.
"segala sesuatu akibat tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis"
Komentar