Legislatif dan Eksekutif di Abdya Membara, Jaringan Aneuk Syuhada Aceh Ikut Bersuara
Ketua JASA Abdya, Ibrahim Bin Abdul Jalil. Foto: Dok Gumplannews

Gumplannews.com, ACEH BARAT DAYA - Kisruh persoalan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Cermelang Abadi (CA) di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, hingga saat ini belum ada titik temu.

Ditambah lagi dengan dugaan memanasnya hubungan legislatif dan eksekutif terkait persoalan penyelesaian permasalahan yang dikuatirkan akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat di Kabupaten Abdya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Jaringan Anak Syuhada Aceh (JASA) Kabupaten Abdya, Ibrahim Bin Abdul Jalil pun ikut berkomentar. 

Menurutnya, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut yang perlu diketahui bahwa, putusan yang telah inkrah wajib ditaati semua pihak.

"Keputusan yang sudah inkrah harus ditaati dan tidak boleh diubah secara serta merta oleh siapapun," kata Ibrahim, Jumat (24/2/2023).

Maka, lanjutnya, terkait kisruh persoalan PT. CA atas Plasma dan Tora, Jasa Abdya berharap pihak legislatif dan eksekutif kembali duduk dengan merujuk kepada ketentuan hukum dan perundang-undangan secara bijaksana.

"Ini perlu dilakukan demi kemaslahatan rakyat Abdya yang memenuhi hak-hak perundang-undangan maupun hak adat ulayat atas eks HGU PT CA itu," kata Ibrahim.

Melalui rilisnya, Ibrahim juga merangkum acuan perundang-undangan terkait Tora dan Plasma yang menurutnya sesuai ketentuan perundang-undangan yang jelas diatur dalam UU Nomor 18/2004 tentang Perkebunan pada 2007 lalu.

"Dimana perusahaan perkebunan inti diwajibkan membangun Plasma dengan menyisihkan 20 persen dari luas HGU yang ada. Data yang kami tau seluruh PBS (perusahaan besar swasta) di Abdya belum merealiasikan 20 persen dari HGU mereka," sebut Ibrahim. 

Yang ada saat ini, ujarnya, semuanya pola kemitraan yang diluar HGU saja. "Ini jelas amanat undang-undang maupun peraturan menteri, itu belum dijalankan oleh PBS di Abdya  sampai saat ini," sebut Ibrahim.

Kewajiban plasma 20 persen ini lanjutnya menambahkan, sebagaimana diatur dalam Permentan Nomor 98 Tahun 2013 dan Permen Kepala ATR Nomor 7 Tahun 2017.

"Lebih dalam, landasan tentang perkebunan, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan dan Permen Agraria/ Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi, merupakan kejelasan dalam program mensejahterakan rakyat," terang Ibrahim.

Terkait Tora, sambungnya, sesuai dengan PP (peraturan presiden) Nomor 86 Tahun 2018. "Namun dalam konteks dan kesempatan ini, saya tidak sedang mengajak membahas tentang aturan perundang-undangan, karena sudah memiliki status hukum tetap (inkrah)," imbuh Ibrahim.

Selaku Ketua Jasa Abdya, lanjut Ibrahim, berharap Forkompinkab Abdya bersama Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat Agara dapat bersinergi untuk menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah terkait eks HGU PT CA.

"Ini demi kemaslahatan rakyat serta untuk memenuhi hak-hak hukum yang harus ditindaklanjuti oleh Forkopimkab, Pemerintah Daerah Abdya sesuai Tupoksi," tegas Ibrahim. (*)


Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...

Berita Terkini