Komite III DPD RI Serap Aspirasi Puri se-Bali, Godok RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Nusantara

,
Rombongan Komite III DPD RI bersama Panglingsir (raja) Puri se-Bali. Foto:Budiarta/ Gumpalannews.com

Gumpalannews.com, BALI- Sebagai bentuk keberpihakan terhadap keberadaan kerajaan atau keraton yang ada di tanah air, Komite III DPD RI menginisiasi Rancangan  Undang-Undang tentang Perlindungan dan pelestarian Budaya Adat Nusantara, dengan mengundang panglingsir Puri se-Bali Bali untuk menyerap aspirasi yang akan dijadikan masukan sebelum lahirnya  payung hukum pelestarian budaya nusantara, Sabtu (21/1) bertempat di Gedung Wiswa Sabha.

Rombongan Komite III DPD RI dipimpin oleh Wakil Ketua II Komite III DPD RI Habib Ali Alwi diterima langsung oleh Wakil Gubernur Bali Prof. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang dihadiri 14 Panglingsir (raja) puri se-Bali.

14 Penglingsir Puri dari seluruh Bali yaitu  Raja Puri Klungkung, Penglingsir Puri Karangasem, Penglingsir Puri Ubud, Penglingsir Puri Bangli, Penglingsir Puri Peliatan, Puri Pemecutan, Puri Petak di Payangan, Penglingsir Puri Jero Kuta di Denpasar, Penglingsir Puri Gianyar, Penglingsir Puri Buleleng, Penglingsir Puri Negara di Jembrana, Penglingsir Puri Tabanan serta Penglingsir Puri Blahbatuh serta anggota Komite III DPD RI termasuk didalamnya Anak Agung Gede Agung yang juga Penglingsir  Puri Mengwi, Badung serta Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra.

 Dalam arahannya, Wagub Bali menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komite III DPD RI ke Provinsi Bali guna menyerap aspirasi dalam rangka inventarisasi materi penyusunan RUU tentang pelindungan dan pelestarian budaya adat nusantara. Hal ini sangatlah penting mengingat kita khususnya Bali kaya akan beragam budaya, adat dan tradisi.

 Selain itu pariwisata Bali juga ditopang oleh budaya serta alam yang juga sangat indah. Untuk itu, budaya, adat dan tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur  secara turun temurun perlu  dijaga kelestariannya di tengah gempuran arus modernisasi.

 Wagub Cok Ace menambahkan jika  berbicara tentang budaya maka  tidak bisa lepas dari simpul-simpul budaya yang salah satunya adalah keraton atau puri. Meskipun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, puri atau keraton bukan lagi pusat pemerintahan, tetapi peranan puri sebagai pusat budaya, pusat seni dan juga pusat perekonomian masih berjalan dimana hal ini dapat  dilihat dari posisi puri yang terletak dekat dengan pasar sebagai pusat pergerakan perekonomian masyarakat.

 Panglingsir Puri Ubud, Gianyar ini juga menambahkan, ketika berbicara tentang budaya,  juga akan berbicara tentang  norma, perilaku serta hasil karya manusia berupa artefak. Perubahan perubahan akan selalu terjadi dan perubahan akan mengubah perilaku kita dan nantinya bisa mengubah nilai norma yang diwariskan.

 Budaya bukanlah hal yang baru terjadi tetapi merupakan akumulasi adat istiadat yang dilakukan selama bertahun tahun yang berusaha kita pertahankan sehingga nantinya menjadi sebuah peradaban yang kita wariskan. "Untuk itu dengan adanya kegiatan ini saya berharap kita dapat mendiskusikan bersama-sama bagaimana kita melestarikan dan memberi perlindungan terhadap budaya nusantara," tegasnya.

 Hal senada disampaikan Legislator asal Bali Anak Agung Gde Agung, bahwasannya sentrum-sentrum kebudayaan Bali bersumber dari Kerajaan nusantara. Dan kerjaan bukan berniat untuk menguatkan feodalisme. Justru, tujuannya untuk melestarikan budaya yang semula sebelum negara Republik Indonesia merdeka sudah terbentuk kerajaan-kerajaan yang sudah membawa budaya itu sendiri.

 Ini yang harus kita lestarikan budaya yang adi luhungluhung melalui Undang-Undang Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Nusantara ini, " tegas Panglingsir Puri Agung Mengwi ini.

 Selain itu, lanjut Gde Agung, sasaran dibentuknya RUU ini untuk mencegah budaya asing yang negatif dan mempengaruhi budaya nusantaranusantara di dalam kesehariannya.

 "Saya ingin mengubah ungkapan yang berkembang, bahwa seolah-olah budaya dijual untuk pariwisata. Sama sekali tidak. Justru budaya itu tumbuhtumbuh,  lahir dan berkembang sebelum tahun 1930 atau sebelum pariwisata datang di lingkungan puri-puri, " pungkas mantan Bupati Badung dia periode ini.

 Sementara itu Wakil Ketua II Komite III DPD RI menyampaikan, bahwasannya adanya aspirasi daerah yang diterima oleh pimpinan DPD RI terkait dengan perlunya satu bentuk hukum perundangan undangan yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap upaya perlindungan dan pelestarian budaya adat istiadat nusantara, mendorong DPD RI untuk menginisiasi RUU tentang pelindungan dan pelestarian budaya adat nusantara.

 Habib  menambahkan, terdapat beberapa pertimbangan yang melandasi pentingnya RUU ini diantaranya adanya aspirasi masyarakat dan daerah yang menuntut adanya penghargaan dari negara atas keberadaan kerajaan yang masih tetap ada dan eksis hingga sekarang, menjadikan kerajaan sebagai sentrum kebudayaan dan pariwisata lokal yang mewarnai adat istiadat dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta batas batas dari kebudayaan tersebut dipengaruhi oleh hubungan kekuasaan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan di dalamnya.

"Dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui pandangan dan pemikiran pemangku kepentingan terhadap gagasan RUU serta memperkaya muatan materi RUU dengan gagasan yang konstruktif, komprehensif data data yang relevan," pungkasnya.

Editor: Redaksi