Kasus SPPD DPRK Simeulue, Penasihat Hukum: Sejak Awal Perkara bergulir JPU sudah Keliru
Gumpalannews.com, BANDA ACEH - Tim Penasihat hukum para terdakwa Anggota DPRK Simeulue pada perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Perjalanan Dinas Anggota dan Sekretariat DPRK Simeulue Tahun Anggaran 2019.
Advokat Kasibun Daulay SH dan didampingi advokat Faisal Qasim SH MH menyebutkan bahwa sejak awal Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah sangat keliru menghadapkan para terdakwa kemuka pengadilan dengan dakwaan kerugian negara sebesar Rp. 2.801.814.016,. (dua milyar delapan ratus satu juta delapan ratus emparbelas ribu enambelas rupiah).
Karena menurut Kasibun dalam dokumen LHP BPK RI Perwakilan Aceh Nomor 18.C/LHP/XVIII.BAC/06/2020, tanggal 25 Juni 2020 dan juga dalam dokumen hasil Investigasi BPK RI Nomor : 25 /LHP/XXI/12/2021 tanggal 27 Desember 2021 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Perhitungan Kerugian Negara/daerah atas penggunaan dana anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) untuk kegiatan Perjalanan Dinas Keluar Daerah pada sekretariat DPRK Simeulue Tahun Anggaran 2019 secara terang benderang menunjukkan bahwa uang SPPD tersebut mengalir kepada 27 orang anggota dewan serta 47 orang ASN dilingkungan Sekretariat DPRK Simeulue.
"Sejak awal JPU sudah keliru, JPU berkesimpulan kerugian negara 2,8 Milyar, yang itu dinikmati oleh 27 lebih anggota dewan & juga puluhan ASN di Sekretariat DPRK, tapi itu semua hanya dibebankan pertanggungjawabannya kepada 3 orang terdakwa." Ujar Kasibun Daulay SH dalam keterangan resminya yang diperoleh Gumpalannews.com, usai agenda sidang Replik di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Jum'at (26/5/2023) Pagi.
Menurut Kasibun, kekeliruan JPU tersebut berlanjut dan semakin parah. Dalam Surat Tuntutan JPU yang dibacakan pada persidangan hari Rabu (17/5/2023) pekan lalu, yang mana terhadap salah satu Terdakwa dari anggota DPRK Simeulue atas nama Murniati, JPU membebankan uang pengganti kerugian negara sebasar Rp. 574 juta rupiah lebih, yang mana uang tersebut adalah dugaan sisa uang kerugian negara yang belum dikembalikan oleh sejumlah orang anggota DPRK Simeulue lainnya, yang anehnya anggota DPRK tersebut sampai saat ini tidak juga ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara tersebut.
"Di tuntutanya rupanya JPU lebih keliru lagi. Masak uang kerugian negara sejumlah 500 juta lebih itu, yang berasal dari anggota dewan lainnya yang belum mengembalikan dan anggota dewan yang sudah meninggal dunia, uang Penggantinya dibebankan kepada kepada Terdakwa I." Ucap Kasibun keheranan.
Menurutnya, ia merasa tidak habis pikir dengan alur fikir JPU, yang menurutnya terkesan membolak-balikkan fakta dan keadaan sebanarnya dari perkara ini.
"Bagaiamana mungkin pihak lain yang diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menikmati uang negara tersebut malah dibiarkan melenggang. Pertanggungjwaban hukumnya malah dilimpahkan kepada klien kami yang tidak menikamati uang tersebut. Ini kan sangat rancu sekali. Padahal ketiga klien kami tersebut, sudah mengembalikan dugaan kerugian negara jauh-jauh hari sebelum perkara ini di sidik oleh Kejaksaan Tinggi Aceh". Tegasnya dengan nada tinggi.
Lebih lanjut, terkait isi dari sidang agenda Replik dari JPU tadi pagi, Penasihat hukum lainnya Advokat Faisal Qasim menyebutkan, tim penasihat hukum masih belum dapat menerima dan belum puas dengan jawaban JPU didalam repliknya, khususnya terkait kerugian negara yang pertanggungjawaban hukumnya dibebankan kepada salah satu terdakwa, karena memurutnya Terdakwa tersebut sudah mengembalikan dan memulihkan kerugian negara tersebut.
"Kami akan menjawab secara tertulis pada sidang dengan agenda Duplik pada hari Senin, 29 Mei pekan depan. Dan apa yang disampaikan oleh JPU dalam Repliknya tidak bisa kami terima, khususnya terkait pembebanan terkait kerugian negara yang masih sangat rancu." ucap advokat Faisal.
Terakhir, Faisal berharap, walaupun JPU telah secara nyata keliru dalam menangani perkara ini, ia berharap semoga putusan dari Majelis Hakim yang mulia nantinya bisa mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara utuh & tidak parsial, sehingga bisa memberikan putusan yang objektif dan berkeadilan.
"Semoga kekeliruan ini cukup sampi disini saja, dan tentu kami berharap Majelis hakim bisa melihat fakta-fakta persidangan secara lebih utuh, sehingga putusannya nanti juga bisa lebih objektif dan berkeadilan, sehingga peradilan ini tidak menyesatkan kita semua." pungkasnya menutup pernyataan.
Editor: Yono Hartono