DPRK Simeulue Desak Penegak Hukum Mengusut Dugaan Pengrusakan Hutan Negara Di Teluk Dalam

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh menghentikan aktivitas pembukaan lahan baru di teluk dalam. foto dok Gumpalannews.com

Gumpalannews.com, SIMEULUE - Ketua Komisi  B DPRK Simeulue, Hamsipar, mendesak aparat penegak hukum agar segera menindaklanjuti dugaan pengrusakan hutan negara di Kecamatan Teluk Dalam yang diduga dilakukan oleh perusahaan swasta. 

"Kita mendesak agar aparat penegak hukum segera mengusut dugaan pengrusakan hutan negara di teluk dalam," Ujar Anggota DPRK Simeulue, Hamsipar. Kepada Gumpalannews.com. Selasa (31/01/2023). 

DPRK Simeulue, kata Hamsipar, akan memanggil pihak-pihak terkait atas dugaan pengrusakan hutan negara tersebut dalam waktu dekat. 

"DPRK akan panggil mereka yang terlibat di Teluk Dalam. Kita akan tanya semua dasarnya mereka membuka lahan diatas Hutan Negara. Selain itu perlu kami tanya juga dari mana BBM nya diperoleh. Kita juga akan minta bukti pembelian BBM dari mereka. Industri atau bukan? Hal ini penting karena untuk menjawab keluhan masyarakat atas kelangkaan BBM di Simeulue,"  Kata Hamsipar. 

Senada dengan Hamsipar. Pemerintah Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyurati PT.RJM dengan nomor 522.3/143/I/2023 pada tanggal 25  Januari lalu. 

Surat Dinas Lingkuangan Hidup dan Kehutanan Aceh yang diperoleh Gumpalannews.com

Dalam surat tersebut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh meminta agar PT.RJM menghentikan segala aktivitas dalam kawasan hutan negara. Karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Masih menurut Hamsipar, jika mengacu pada Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 disebutkan bahwa "Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budidaya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan".

Adapun ancaman ketidakpatuhan terhadap Pasal tersebut berupa ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 yaitu pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Editor: Redaksi