Gumpalannews.com I Banda Aceh - Anggota Komisi I DPRA Tarmizi, SP menyebutkan persentase UUPA yang direvisi hanya berkisar 30 persen dan aturan-aturan yang dirubah akan disesuaikan dengan kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh rakyat Aceh sesuai dengan MoU Helsinki.
"Fokusnya kesana. Contohnya, dalam MoU Helsinki pasal 112 huruf b menyebutkan 'setiap apapun yang dilakukan DPR RI tentang Aceh harus melalui konsultasi dan persetujuan DPR Aceh. Tetapi dalam UUPA pasal 8 ayat 2 bunyinya bukan lagi konsultasi dan persetujuan, tapi diubah menjadi konsultasi dan pertimbangan. Kita ingin mengembalikan lagi sesuai MoU, dan sesuai dengan kondisi kekinian," jelas Tarmizi, Senin, 13 Maret 2023.
Selain hal tersebut, lanjutnya, terdapat beberapa pasal yang sudah dilakukan mengikuti keputusan MK terbaru, misalnya tentang penetapan Panwaslih Aceh yang menjadi kewenangan Aceh.
"Juga memuat yang sesuai dengan harapan-harapan yang disampaikan oleh rakyat Aceh. Makanya kita lakukan sosialisasi dan menjaring aspirasi di 23 Kab/kota. Semua perwakilan masyarakat kita undang dan menyuarakan aspirasinya masing-masing, sehingga nantinya draft UUPA yang kita berikan kepada DPR RI itu adalah hasil kontruksi pemikiran rakyat Aceh dan milik seluruh rakyat Aceh. Jadi tidak terkesan lagi ini milik kelompok atau kepentingan satu lembaga," urai Tarmizi panjang lebar.
Saat disinggung tentang isu bendera, politisi PA ini menerangkan Qanun bendera sudah disetujui oleh Kemendagri dan telah di lembar daerahkan, dan tinggal disusun Pergub nya.
"Cuma persoalannya sekarang pemerintah pusat mengeluarkan PP, jadi duluan lahir Qanun. Qanun bendera lahir 2013, PP lahir 2017. Menyikapi soal ini, Kemendagri berpendapat Qanun bertentangan dengan PP," terang Tarmizi.
"Dimana nya yang bertentangan. Kita siap berdebat dengan siapapun bahwa secara regulasi bendera itu sudah sah. Ini kan persoalan politik saja dan sedang dikomunikasikan. Ini soal trust saja," tambah dia.
Lebih lanjut Tarmizi menggambarkan Tahun 2022 DPRA telah memproduksi 12 Qanun, yang disetujui hanya 5 Qanun, 2 Qanun ditolak, 5 Qanun lagi belum mendapat hasil fasilitasi.
"Jadi ketika tidak ada hasil fasilitasi, tidak ada nomor registrasi, tidak bisa dilembar daerah kan, itu sama saja tidak disetujui. Kalau begini-begini terus, termasuk Qanun yang sudah-sudah, jadi ngapain kita produksi Qanun. Itu tidak ada arti. Nah, kita ubah di UUPA nantinya tidak lagi begitu, sehingga semua Qanun-qanun ini kan harus disetujui sesua UUPA. Tidak lagi seperti itu Kemendagri, suka-suka hati," jelas dia.
Dalam penyusunan draft revisi UUPA ini, tambah Tarmizi, pihaknya akan mengumpulkan seluruh masukan dari 23 Kabupaten/kota di Aceh, dan akan dibahas oleh para pihak yang terlibat.
"Semuanya akan duduk dan merangkum seluruh pendapat, harapan, masukan rakyat Aceh, mana yang paling prioritas menjadi harapan bersama. Target kita akhir bulan ini selesai dan segera diserahkan ke DPR RI. Karena ini sudah masuk Prolegnas untuk segera dibahas," demikian anggota DPRA Tarmizi, SP.
Komentar