BPK Temukan PNBP Sebesar Rp. 494.970.060 Atas Pemanfaatan Tanah BPPMDDTT Bengkulu Seluas 27 Hektar Tidak Mempunyai Dasar Hukum
LHP BPK yang diperoleh Gumpalannews.com. Foto/Screenshoot redaksi Gumpalannews.com

Gumpalannews.com, BENGKULU- Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keungan (BPK) Republik Indonesia menyebutkan Pemanfaatan Tanah Balai Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (BPPMDDTT) Bengkulu Seluas 27 Hektar Tidak Mempunyai Dasar Hukum.

Menurut BPK, hasil pemeriksaan uji petik terhadap penatausahaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di BPPMDDTT Bengkulu diketahui terdapat sejumlah permasalahan. Diantaranya, penggunaan langsung PNBP hasil penjualan komoditi perkebunan untuk membayar upah tenaga panen.

Dalam LHP-nya  BPK menyebutkan,  berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Tata Usaha BPPMDDTT Bengkulu bahwa yang menjadi komoditi perkebunan BPPMDDTT Bengkulu adalah kelapa sawit, sadap nira kelapa, dan sadap getah karet.

Penjualan komoditi-komoditi tersebut dilakukan kepada para pembeli/tengkulak yang datang langsung ke kantor BPPMDDTT Bengkulu.

Pembayaran komoditi tersebut oleh pembeli/tengkulak langsung dipotong dengan biaya tenaga kerja para pemanen.

Masih menurut LHP BPK, salahsatu biaya tenaga kerja pemanen adalah upah untuk kelapa sawit (ndodos). Upah panen (ndodos) pada tahun 2023 sebesar Rp. 400/Kilogram. Sedangkan untuk komoditi getah karet dengan sistem bagi hasil dengan besaran 60:40 dengan bagian 40 persen untuk pekerja dan 60 persen untuk BPPMDDTT Bengkulu.

“Penentuan besaran presentase bagi hasil tersebut tidak didukung dengan perjanjian tertulis,” ungkap BPK RI dalam LHP-nya yang diperoleh Gumpalannews.com. Rabu, (18/12/2024).

Selain itu, LHP BPK menyebutkan belum ada penetapan harga atas jenis hasil panen dan harga jual untuk masing-masing hasil panen.

Atas PNBP pada BPPMDDTT Bengkulu belum seluruhnya terdapat penetapan pendapatan atas jenis hasil panen dan penetapan mengenai harga jual untuk masing-masing hasil panen.

BPK mengungkapkan untuk komoditi Kelapa Sawit rata-rata penjualan per dua minggu mencapai empat ton dan nilai rupiah rata-rata sebesar Rp. 6.000.000 hingga Rp. 8.000.000, dan untuk komiditi getah karet rata-rata hasil panen per satu minggu mencapai 700 – 800 kilogram (kg) dan jika dinilai dengan rupiah mencapai Rp. 5.000.000 hingga Rp. 6.000.000,-.

Sedangkan untuk perhitungan sewa sadap kelapa adalah per 60 batang untuk dua orang penyewa dengan tarif sewa per batang adalah Rp. 10.000 dan untuk hasil panen lainnya didasarkan pada prediksi harga dan hasil panen yang diputuskan melalui rapat pegawai.

“Penghitungan PNBP tersebut tidak terdokumentasi dan belum ada penetapannya,” jelas BPK dalam LHP-nya.  

Menurut BPK berdasarkan keterangan dari Kasubbag Tata Usaha BPPMDDTT Bengkulu menyatakan bahwa belum adanya penetapan harga panen komoditi hasil perkebunan seluas 27 hektar dikarenakan harga komoditi-komoditi tersebut fluktuasi (naik-turunnya) harga berlangsung secara harian sehingga kesulitan dalam penetapan harga panen.

Keterlambatan dalam penyetoran penerimaan atas penjualan komoditi hasil perkebunan ke kas Negara, berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pembukuan rekap penerimaan dan penyetoran hasil penjualan komoditi hasil perkebunan BPPMDDTT Bengkulu ke kas negara diketahui bahwa penyetoran penerimaan atas penjualan hasil pertanian kekas negara belum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mekanisme penyetoran ke Kas negara dilakukan dengan penerimaan atas penjualan hasil panen oleh petani kemudian diserahkan kepada pengelola PNBP.

Kemudian pengelola PNBP menitipkan kepada bendahara pengeluaran,  dan baru di setorkan secara berkala oleh bendahara penerimaan atau bendahara pengelola PNBP ke kas negara melalui Bank BNI maupun melalui kantor pos pada akhir bulan.

Berdasarkan keterangan dari Kasub Bag Tata Usaha BPPMDDTT Bengkulu prosedur penyetoran penerimaan secara berkala ini tanpa disertai adanya izin dari Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Kantor Pembendaraan setempat.

Penerimaan PNBP hasil penjualan komoditi - komoditi pertanian masih diterima langsung secara tunai atau cash oleh bendahara penerimaan.

Berdasarkan keterangan dari Kasubag Tata Usaha BPPMDDTT Bengkulu menyatakan bahwa semua penerimaan hasil penjualan komoditi - komoditi perkebunan yang diterima langsung oleh bendahara penerimaan berupa uang tunai cash penerimaan tersebut disimpan oleh bendahara penerimaan sebelum disetor ke kas negara tanpa melalui mekanisme persetujuan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Menurut LHP BP,  kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia nomor 58 tahun 2023 tanggal 26 Mei 2023 Tentang Perubahan atas PMK Nomor 155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak.

1)      Pasal 4 huruf b yang menyatakan bahwa menteri selaku pengelola fiskal dalam pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a berwenang mengevaluasi menyusun dan atau menetapkan jenis dan tarif nbp pada instansi pengelola PNBP berdasarkan usulan dari instansi pengelola PNBP.

kondisi tersebut mengakibatkan PNBP sebesar Rp. 494.970.060 atas Pemanfaatan BPPMDDTT Bengkulu seluas 27 Hektar tidak mempunyai Dasar Hukum.

Menurut BPK kondisi tersebut disebabkan:

1.       Kepala BPPMDDTT Bengkulu belum menyusun dan menyampaikan usulan jenis dan tarif PNBP

2.       Belum mengusulkan anggaran pendapatan dan belanja memantan lahan seluas 27 hektar.

3.       belum menyusun peraturan dan/atau perjanjian/kontrak pengelola lahan komoditi getah karet dan nira.

                    


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...

Berita Terkini